Thursday, May 20, 2010

Kekuasaan Jepang di Indonesia


Latar Belakang Kekuasaan Negara Jepang di Asia
Jepang pada saat ini merupakan negara yang sangat maju . Tahukah anda bahwa pada masa dulu Jepang merupakan negara yang tertutup dari bangsa asing. Namun perlahan-lahan Jepang pun mulai membuka diri dengan bangsa luar. Akhirnya, ada tahun 1854 komodor Matthew Perry dari Amerika berhasil meyakinkan penguasa Jepang (Shogun) pada masa itu untuk menyetujui Perjanjian Shimoda. Melalui perjanjian tersebut, pelabuhan-pelabuhan di Jepang menjadi terbuka untuk perdagangan internasional.
Setelah Pangeran Mutsuhito diangkat menjadi kaisar dengan gelar Tenno Meiji. Kaisar ini melakukan berbagai macam perubahan sehingga Jepang pun tumbuh menjadi negara modern. Berbagai perubahan yang terjadi ini kemudian dikenal sebagai Restorasi Meiji. Pada masa ini teknologi Jepang maju dengan pesat sehingga akhirnya Jepang dapat menghasilkan mesin-mesin persenjataan sendiri.

Namun, ternyata kemajuan Jepang ini juga menimbulkan dampak yang menjadikan Jepang berubah menjadi negara Imperialis seperti negara Barat. Hal itu menyebabkan Jepang membutuhkan daerah lain sebagai pasar dan pemasok bahan baku. Selain itu terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan penduduk di Jepang sehingga Jepang harus menguasai daerah lain. Jepang yakin dengan kekuatan militernya, Jepang dapat menguasai Asia.
Sebagai permulaan, Jepang memulai politik imperialismenya diawali dengan menginvasi daerah-daerah di Asia seperti Manchuria serta memukul mundur pasukan Rusia pada tahun 1955. keberhasilan Jepang ini ternyata dapat memotivasi bangsa-bangsa terjajah di Asia untuk melawan bangsa Barat. Kemudian, Jepang pun memanfaatkan hal ini untuk memobilisasi bangsa Asia dalam Perang Dunia II yang disebutnya Perang Asia Timur Raya. Hal ini pun menjadikan gerakan invasi Jepang di Asia berjalan dengan mulus dan dalam waktu singkat.
Invasi Jepang ini membuat bangsa Eropa menjadi khawatir dengan Pasukan Kate Jepang. Mereka pun membentuk komando bersama yang disebut ABDACOM (American,Dutch,British,Australian Command). Sayangnya komando ini tidak dapat membendung invasi Jepang sehingga kemudian munculah masa Imperialisme Jepang. Jepang menjadikan bangsa-bangsa di Asia sebagai tempat pemasaran sekaligus pemasok bahan mentah bagi industrinya. Invasi Jepang pun dimulai dari daerah yang strategis.
Masuknya Negara Jepang ke Indonesia
Pada 11 Januari 1942, Jepang mendarat pertama kali di Tarakan, Kalimantan Timur kemudian daerah-daerah yang lain. Gerakan Jepang di Indonesia dikenal dengan sebutan 3A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia). Gerakan Jepang ini dapat menarik simpati bangsa Indonesia untuk mengusir bangsa Belanda yang berkuasa di Indonesia. Kemudian Jepang pun mendarat di Teluk Banten, Eretan Wetan, dan Kragan untuk merebut Batavia dan Bandung.
Belanda yang tak mampu mempertahankan Indonesia kemudian menyerah pada 7 Mei 1942. penyerahan ini dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda Tjarda van Stachouwer dan Jenderal Ter Poorten kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura di Kalijati. Penyerahan ini mulai berlaku secara efektif pada 9 Maret 1942.
Jepang membagi wilayah administratif Indonesia menjadi 3 daerah yang masing-masingnya dipegang oleh angkatan darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). 3 daerah itu adalah:
· Daerah Jawa dan Madura dengan pusatnya Batavia (Jakarta) dibawah kendali angkatan darat Jepang (Tentara Keenambelas)
· Daerah Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu dengan pusatnya Singapura dibawah kendali angkatan darat Jepang (Tentara Keduapuluh lima)
· Daerah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua dibawah kendali angkatan laut Jepang (Armada Selatan Kedua)
Ketiga wilayah militer Jepang ini dibawah komando Panglima Besar Tentara Jepang untuk wilayah Asia Tenggara yang berkedudukan di Saigon, Vietnam.
Jepang juga mengangkat tokoh-tokoh politik Indonesia seperti Husein Djajadiningrat, Sutardjo Kartohadikoesoemo,R. M. Soerjo, dan Prof. Soepomo. Hal ini dilakukan untuk menarik simpati masyarakat Indonesia demi memnuhi kebutuhan Jepang akan pegawai. Selain itu, dibentuk juga organisasi paramiliter seperti Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), Seinendan (Barisan Pemuda), Bui Giyugun (Tentara Sukarela Pembela Negara atau PETA) pembentukan ini bertujuan untuk mempertahankan wilayah yang telah berhasil dikuasai oleh Jepang. Ada juga sistem baru yang disebut torigumi(rukun tetangga), beberapa torigumi ini digabungkan dalam ku(desa atau bagian kota) dengan tujuan untuk membangun pertahanan masyarakat secara gotong royong.
Selain memperkuat posisi, Jepang juga membentuk badan yang berfungsi sebagai penyalur atau pengumpul kekuasaan Indonesia. Badan itu antara lain Jawa Hokokai yang bertugas untuk mengumpulkan dana(beras, ternak, logam, kayu jati, perhiasan) untuk melawan sekutu dan Romukyoku yang memeras tenaga bangsa Indonesia untuk proyek pembangunan jalan raya, pelabuhan laut, dan lapangan udara. Pada mulanya pekerja itu disebut pekerja negeri. tapi kemudian disebut Romusha yang artinya serdadu kerja. Diambil juga tenaga rakyat yang kemudian dijadukan wanita penghibur (Jugun Ianfu) yang tidak secara formal dibentuk organisasi.
Reaksi Bangsa Indonesia Terhadap Jepang
Jepang dianggap sebagai bangsa timur yang bangkit pertama kali melawan Eropa sejak kemenangan Jepang melawan Rusia pada 1905. Sikap jepang di Indonesia juga berbeda dengan bangsa barat. Dari awal Jepang telah membicarakan kemerdekaan bangsa Asia. Kaum nasionalis yakin bahwa Kolonial Belanda tidak dapat diharapkan menyangkut kemerdekaan.
Pada masa Hindia Belanda, kaum nasionalis mendapatkan tekanan, sebaliknya pada masa Jepang kaum nasionalis diajak bekerja sama dengan penguasa dan secara berangsur-angsur Jepang membebaskan kaum nasionalis Indonesia yang pada masa pemerintahan Belanda ditawan dan dibuang. Jepang juga mendorong penggunaan bahasa Indonesia dan bekerja sama dengan kaum nasionalis golongan agama. Hubungan ini dituangkan dalam bentuk institusi.
Pada Maret 1942 dibentuklah perhimpunan dengan nama Gerakan Tiga A dengan ketuanya Mr Sjamsuddin yang dibantu Sultan Pamuntjak dan Mohammad Saleh. Namun Jepang menganggap membubarkan perhimpunan ini, karena dianggap kurang efektif.
Pada 1 Maret 1942 dibentuk organisasi yang bernama Poesat Tenaga Ra’jat yang disingkat dengan nama Poetra. Organisasi ini dipimpin oleh Ir.Sukarno, Drs,Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K. H. Mas Mansyur. Keempat orang ini disebut empat serangkai. Selain itu organisasi ini memiliki penasihat orang Jepang yaitu S. Miyoshi, mantan konsul Jepang di Jakarta; G. Taniguci, pemimpin surat kabar Toindo Nippon; Ichiro Yamasaki, pemimpin badan perdagangan; Akiyama, dari bank Yokohama. Poetra bertujuan memusatkan potensi rakyat untuk membantu melawan sekutu, namun oleh tokoh nasionalisme digunakan ntuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang diruntuhkan pada masa Belanda. Namun, Jepang menganggap Poetra lebih bermanfaat untuk Negara Indonesia daripada Jepang sehingga dibubarkan.
Pada 1944, Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakici Harada mendirikan organisasi Jawa Hokokai atau Himpunan Kebaktian Jawa. Kebaktian ini memiliki 3 dasar yaitu : mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bukti. Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah dan pimpinannya diserahkan langsung kepada Gunseikan, kepala pemerintahan pendudukan Jepang. Untuk menjadi anggota, minimal berusia 14 tahun. Organisasi ini berhasil dalam pengerahan barang-barang atau hasil tanaman. Pada pertengahan 1945 semua kegiatan pemerintah dalam usaha pengerahan diserahkan pada Jawa Hokokai. Berbeda dengan Jawa, di Sumatra tidak terdapat organisasi wadah kaum nasionalis. Baru pada tahun 1945, konsensi politik diberikan kepada Sumatra dengan izin pembentukan Cuo Sangi In.
Golongan Islam pada masa Jepang mendapat keleluasaan. Jepang mengijinkan satu organisasi Islam pada jaman Hindia Belanda yaitu Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Pertumbuhan MIAI yang begitu pesat dalam waktu singkat membuat Jepang waspada. Pemerintah memberikan latihan-latihan kepada para kiai sehingga pemerintah Jepang yakin bahwa para kiai tersebut tidak berbahaya. Namun karena dianggap kurang efektif, pada Oktober 1943 resmi dibubarkan.
Sebagai ganti dari MIAI, Jeoang membentuk Majelis Syuro Moeslimin Indonesia (Masyumi) yang disahkan oleh Gunseikan pada 22 November 1943. Masyumi dipimpin oleh K.H. Hasjim Asj’ari yang kemudian juga diangkat sebagai penasihat Gunseikan. Namun organisasi Islam ini tidak sepenuhnya tunduk pada pemerintah. Hal yang tidak sesuai dengan prinsip agama Islam ditentang dan dilawan. Tercatat juga pemberontakan golongan Islam yang terjadi di Singaparna, Indramayu, Tasikmalaya, dan Aceh. Beberapa tokoh nasional juga secara intensif melakukan gerakan bawah tanah untuk mempersiapkan berbagai kemungkinan untuk merebut kemerdekaan dan menjalin hubungan rahiasia dengan tokoh pergerakan seperti Ir. Sukarno dan Moh. Hatta.
Pemberontakan di Indonesia
Jepang yang awalnya dianggap sebagai penyelamat bangsa ternyata juga mengeruk kekayaan Indonesia. Hal ini menimbulkan gejolak masyarakat Indonesia yang diekspresikan baik melalui karya sastra dan pemberontakan. Melalui karya sastra, diambil tema seperti kecintaan pada tanah air. Sedangkan pemberontakan, antara lain di Aceh, Indramayu, Tasikmalaya, dan Blitar. Pemberontakan di Aceh terjadi di Lhokseumawe di bawah pimpinan Teuku Abdul Jalil pada 1942 namun berhasil dipadamkan. Di Indramayu, terjadi pada 1943 dibawah pimpinan Haji Madriyan namun juga berhasil dipadampkan. Di Tasikmalaya dipimpin oleh Zaenal Mustafa dan pada pemberontakan ini, Jepang melakukan penyiksaan serta pembunuhan masal. Pada 1944 di Aceh, daerah Meureu terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Teuku Hamid namun juuga berhasil dipadamkan Jepang.
Di Blitar terjadi perlawanan pada 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Supriyadi dibantu Ismail, Mudari, dan Suwondo. Pemberontakan ini dilakukan oleh organisasi militer bentukan Jepang, yaitu PETA. Jepang yang mengalami kekalahan melawan sekutu melakukan tipu muslihat. Mereka mengajak para pemberontak untuk menyerah dan dijamin keselamatannya serta tuntutannya. Namun, setelah banyak anggota yang menyerah, mereka disiksa dan ada yang dihukum mati.
Dampak Pendudukan Jepang
Dalam bidang politik
Sejak masuk Indonesia, Jepang menghapus segala bentuk kegiatan organisasi dan menggantinya dengan organisasi buatan Jepang. Walaupun tokoh nasional di Indonesia diberi jabatan dan keleluasaan bergerak, pada kenyataannya, aktivitas mereka selalu diawasi baik melalui polisi rahasia (kempetai) maupun melalui mata-mata. Namun, aktivitas bawah tanah kaum nasionalis tetap berjalan.
Dalam bidang ekonomi
Pada saat Jepang berhasil merebut Hindia Belanda pada 1942, semua kegiatan dan pengendalian ekonomi diambil alih. Hal ini mengakibatkan hampir seluruh kehidupan ekonomi lumpuh. Ekonomi yang sebelumnya normal menjadi ekonomi perang. Semua sector ekonomi dikuasai oleh pemerintah. Sehingga perdagangan di Indonesia dimonopoli oleh maskapai Jepang dalam hal pembelian, penjualan serta pendistribusian barang-barang. Sebaliknya, pedagang pribumi diawasi ketat dan barang yang dijual harus terdaftar dan hasilnya dilaporkan kepada pihak Jepang.
Dalam bidang pendidikan
Dibandingkan dengan masa Belanda, pendidikan pada masa Jepang menurun karena pada awal pemerintahan Jepang, semua perguruan tinggi ditutup. Baru pada tahun 1943 dibuka kembali seperti Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta dan Perguruan Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung.
Sistem pengajaran dan kurikulum sekolah ditujukan untuk kepentingan Perang Asia Timur Raya. Diadakan proses doktrinasi kepada para guru dalam Hakko Ichiu (Delapan Benang Merah dalam Satu Atap) yang intinya adalah pembentukan suatu lingkungan yang didominasi Jepang. Para murid harus melakukan kerja bakti seperti mengumpulkan bahan untuk keperluan perang, menanam bahan makanan, membersihkan asrama, dan memperbaiki jalan. Selain itu ada juga latihan jasmani dan militer. Namun, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dan merupakan mata pelajaran wajib.
Dalam bidang kebudayaan
Pada 1 April 1943, pemerintah Jepang mendirikan sebuah pusat kebudayaan yang bernama Keimin Bunkei Shidosho dan digunakan sebagai sarana menanamkan dan menyebarkan budaya Jepang di Indonesia. Tujuan lainnya adalah untuk mengarahkan agar karya seniman seperti roman, sajak, lagu, lukisan, sandiwara, dan film tidak menyimpang dan dijadikan alat propaganda. Karya sastra yang mendukung gerakan 3A atau yang sejenis dibiarkan tumbuh sementara karya sastra yang bertentangan dengan kebijaksanaan kepentingan Jepang dilarang beredar dan bahkan penciptanya dihukum.
Dalam bidang sosial
Dalam bidang ini, seluruh kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan Jepang dan seluruh kekayaan Indonesia dikuras habis dan berbagai pungutan dan pajak juga masuk. Untuk membangun sarana kebutuhan Jepang dikerahkan Romusha dari seluruh daerah Indonesia dan dikirim juga ke negara lain. Mereka dipaksa bekerja sepanjang hari dan sering tidak memperoleh makanan sehingga banyak yang meninggal dunia. Hal ini mengakibatkan banyak pemuda yang menghilang dari desanya karena takut diambil sebagai Romusha. Sehingga yang tertinggal di desa hanya anak-anak, kaum wanita, serta laki-laki cacat.
Dalam bidang pemerintahan dan militer
Jepang membagi Indonesia menjadi wilayah militer. Di Sumatra, pemerintahan militer di bawah Panglima Tentara ke 25 membentuk 10 syu (karesidenan). Di Jawa dan Madura diperintah oleh Tentara ke 16 yang berpusat di Jakarta. Selain pemerintah militer angkatan darat, dibentuk pula Armada Selatan ke II yang berpusat di Makassar. Dalam bidang militer, Jepang membentuk beberapa organisasi yang bersifat semimiliter seperti Seinendan dan Keibodan, serta bersifat penuh seperti Heiho dan PETA yang diberi latihan militer untuk mempertahankan diri maupun untuk penyerangan
Bahasa dan Sastra Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang
Pada masa pemerintahan Jepang didirikan pusat kebudayaan yang dipimpin Arjmin Pane. Tujuan Jepang mendirikannya adalah untuk menghimpun sastrawan dan seniman agar dapat dimanfaatkan dalam Perang Asia Raya. Tugas dari lembaga ini adalah untuk menyediakan konsumsi bagi pemerintah dan sebagai badan sensor untuk mengawasi apa yang boleh terbit dan tidak boleh terbit, sehingga yang dihasilkan adalah karya yang sesuai dengan keinginan Jepang. Penerbitan majalah masa ini juga terbatas. Majalah resmi yang terbit adalah Kebudayaan Timur yang merupakan keluaran Pusat Kebudayaan, selain itu terbit pula Panca Raya dan Panji Pustaka.
Karakteristik sastra selama masa pendudukan Jepang:
1. Sastra yang terbit tidak terlepas dari unsur propaganda yang membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.
2. Sastra yang tidak mengandung unsur propaganda biasanya bersifat simbolik atau pelarian dari realitas hidup.
3. Sastra yang tersimpan berisi kritik dan ketidakpuasan terhadap keadaan dan janji yang diberikan pada rakyat.
4. Genre yag berkembang adalah puisi, cerpen, dan yang paling mencolok adalah drama
5. Bersifat realistis karena berhubungan langsung dengan kenyataan hidup.
Selama masa penjajahan Jepang, bahasa Indonesia berkembang dengan pesat karena dilarangnya penggunaan bahasa Belanda oleh pemerintah Jepang sehingga bahasa Indonesia menjadi dominan dan digunakan dalam setiap perhubungan.
Beberapa pengarang serta karyanya pada masa Jepang:
1. Rosihan Anwar : Seruan Lepas, Lahir dengan Batin, Untuk Saudara, dan lain-lain
2. Umar Ismail seorang pengarang drama yang terkenal. Karya yang dipentaskan adalah Liburan Seniman dan beberapa karya saduran pengarang dari luar negri
3. Chairil Anwar : Deru Campur Debu, 1943, dan Siap Sedia
4. Idrus : prosanya adalah Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, dan lain-lain
5. Amal Hamzah : Pembebasan pertama pada tahun 1949, Gita Cinta, Kenangan Kasih, Topan, Sine Nomine, dan terjemahan dari Rabindranath Tagore dengan judul Gitanyali dalam kumpulan Seroja Gangga
6. El-Hakim/Abu Hanifah : drama empat lakon berjudul Topan di Atas Asia, dan novel berjudul Dokter Rimbu

No comments: